Posts

Showing posts from 2015

Salah Sendiri

Saya hanya merasa bodoh saja malam ini. Tapi karena kebodohan itu, saya mendapat pelajaran berharga malam ini juga. Sudah jauh-jauh hari sekolah saya membuat rancangan untuk acara live in di Wonogiri. Sudah jauh-jauh hari saya menyampaikan ini pada orangtua saya yang sebetulnya pada tgl tersebut keluarga saya sedang tidak di Jogja karena ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Sudah jauh-jauh hari pula saya ngotot memutuskan untuk tetap ikut walaupun menyusul dan diperbolehkan orangtua saya. Namun betapa bodohnya, keputusan itu hanya berakhir wacana dan rencana belaka yang tidak ada realisasinya. Rancangan ikut live in dengan konsep menyusul itu tidak saya persiapkan dengan matang. Tiket tidak dipesan jauh-jauh hari, resiko kemacetan tidak dipikirkan jauh-jauh hari. Beberapa waktu lalu saya sudah hampir beli tiket untuk pulang ke Jogja, tapi apadaya karena suatu hal saya belum jadi beli tiket tersebut. Hingga waktu berjalan terus, dengan virus "nanti-nanti saja" sam

Sampah yang Malang

Image
Teristimewa untuk para pedagang dan pembeli di tempat yang disebut "pasar". Beberapa waktu yang lalu, aku menemani Ibuku berbelanja di Pasar Gamping. Di bawah teriknya matahari siang itu, aku mencoba mengisi waktu luang dengan membaca sebuah novel karya Tyas Effendi "Tentang Waktu". Aku mencoba menikmati rangkaian kata sembari terus menutup hidungku karena tidak tahan dengan bau "pasar" yang bercampur aduk itu. Apakah "pasar" selalu identik dengan sesuatu yang kotor, bau, dan tidak menyenangkan? Kadang aku berpikir, apakah mereka yang disebut "pedagang" tidak bisa membuat tempat bermata pencaharian mereka menjadi lebih bersih dan nyaman? Lalu, apakah mereka yang disebut "pembeli" betah membeli barang-barang kebutuhan mereka di tempat yang seperti ini? Aku mencoba mengamati sekelilingku. Sampah-sampah sayuran, ikan asin, daging ayam disapu dan dikumpulkan di satu titik. Sayuran yang berair berceceran membuat tempat itu

(Mungkin) Kebetulan?

Untuk sosok lelaki yang cuek nan dingin, yang pernah bahkan (mungkin) masih bersinggah di hati saya. Hari ini saya bertemu kamu secara tidak sengaja. Kebetulan saya sedang mengantar majalah untuk langganan-langganan orang tua saya. Sudah semacam rutinitas bagi saya setiap bulan, karena Ayah saya kini sedang mengadu nasib di Jakarta, tidak disini bersama kami. Satu per satu rumah saya datangi. Yaah, beruntung memang kalau bertemu dengan orangnya dan langsung membayarnya. Tapi kalau tidak bertemu ya apadaya, tidak mendapat uang, istilahnya nggak bejo.  Saya menikmati perjalanan saya, hingga sang surya mulai tenggelam. Sampai saya tiba pada suatu rumah. Saya bertemu dengan anak dari si pemilik rumah, saya cukup mengenalnya. Tapi bukan anak si pemilik rumah yang ingin saya ceritakan. Saya bertemu kamu, lelaki cuek nan dingin, di rumah itu. Lama tak berjumpa, ya. Saya (sedikit) rindu.  Salah satu wanita yang tergabung juga disitu dan yang cukup saya kenal, menggoda saya untuk

Merindukanmu.

Hari ini, untuk kesekian kalinya aku merindukanmu lagi, masalalu. Kamu, hadir lagi dalam bayangku. Pesonamu belum hilang. Kapan aku bisa melupakanmu dan mengganti dengan kamu yang lain? Segenap memori itu masih terekam jelas di otakku. Dua tahun bukan waktu yang sebentar, ya. Kamu, meninggalkan sejuta kenangan. Sayang, yang dipertemukan Tuhan belum tentu disatukan. Tuhan memang satu. Kita yang tak sama. Kalimat itu begitu menyakitkan, ya. Untuk kita. Aku masih ingat bagaimana kamu dengan segala hal misteriusmu yang selalu mengejutkan. Aku masih ingat bagaimana kamu dengan segala sikapmu yang dingin. Aku masih ingat bagaimana kamu selalu berusaha membuatku bahagia dan menempatkanku sebagai wanita teristimewa. Aku masih ingat bagaimana kamu membuatku menangis. Aku masih ingat bagaimana rasanya memelukmu erat, tanpa mau kehilanganmu. Aku masih ingat bagaimana kamu berusaha membuatku tertawa. Aku masih ingat bagaimana menggandengmu erat, tanpa mau melepaskannya. Aku masih in

Masalah!

Apa yang kalian pikirkan kalau mendengar kata "masalah"? Pasti yang ada hanyalah sebuah pikiran negatif, sebuah beban, perasaan kecewa, sakit, marah. Setiap orang punya yang namanya masalah. Entah di dalam keluarga, di dalam komunitas, maupun di lingkungan masyarakat, entah masalah kecil ataupun besar. Namun bagaimana kita harus menyikapi setiap masalah yang kita terima? Apakah dengan menangis, memberontak, menyiksa diri sendiri, melampiaskan pada orang lain, atau mungkin bercerita pada orang lain? Sekali lagi, aku tau setiap orang punya masalah. Tiap orang pun punya cara yang berbeda di dalam menyikapi setiap masalah yang mereka terima. Di zaman dewasa ini, kebanyakan orang menyikapi masalah mereka dengan melampiaskannya pada orang lain, dengan membunuh atau menyiksa orang lain. Coba lihat, apakah dengan begitu masalahnya selesai? Tidak, bukan? Malahan, bertambah satu masalah baru lagi dengan orang lain yang mereka bunuh atau mereka siksa. Atau orang akan menyiksa