Mereka Tak Sekedar Baik



Sebetulnya aku ingin menyicil tugas malam Sabtu kemarin, ya tentu agar tak selesai dengan waktu yang mepet saja. Tapi apa daya, rasa kasihan karena anggota yang datang rapat hanya sedikit ternyata lebih kuat ketimbang semangat untuk mengerjakan tugas. Kami hanya berlima saja, itupun karena ada 2 orang lain yang tak lain adalah pendamping kami di organisasi ini. Kalau tak ada mereka, artinya jelas kami hanya bertiga saja. Eh tidak, sebetulnya kami berenam, yang satu lagi adalah seorang anak kecil yang mungkin usianya sekitar 9-10 tahun. Ia duduk di sebelah pendamping kami, seperti dekat sekali. Tapi entahlah, aku tidak tahu ia siapa, karena keterlambatanku.
Usai rapat kami makan di sebuah warung makan bakmi jowo. Itupun karena diajak oleh pendamping kami. Kalau tidak, mungkin kami akan langsung kembali ke rumah masing-masing. Ya, aku memang tak ingin bercerita soal rapatnya, tapi kisah setelah rapat malam itu.
Kami saling bercerita banyak dengan mereka, pendamping kami. Pendamping yang sudah kami anggap orang tua kami, setidaknya di organisasi ini. Ya, pendamping kami memang pasangan suami istri (pasutri). Dan dari perbincangan malam itu akupun jadi tahu kalau si anak laki-laki tadi adalah keponakan mereka. Tapi aku melihat betul betapa mereka amat perhatian sekali pada keponakan mereka. Pun tak kalah perhatiannya pada kami. Karena ini adalah kali kedua aku ditraktir oleh mereka usai kegiatan di organisasi kami. Bahkan mungkin traktiran kesekian kalinya pada kedua temanku.
Sepulangnya dari warung makan bakmi jowo, aku merenung sejenak. Mencoba kembali ke belakang dan memikirkan mereka. Ya, mereka memang tak memiliki anak. Tapi nyatanya mereka tetap bahagia di usia yang kurasa sudah kepala 5, karena tak terpaut jauh dengan orang tuaku. Tapi nyatanya mereka tetap bisa membahagiakan orang-orang di sekitar mereka, begitu banyaknya anak yang dianugerahkan Tuhan melalui organisasi yang boleh mereka dampingi. Tapi nyatanya mereka tetap bisa membahagiakan orang-orang di sekitar mereka, seperti keponakan mereka yang mereka temani dan mereka bahagiakan Jumat malam kemarin. Tuhan memang tak memberi mereka satu atau dua anak, tapi justru lebih dari itu.
Mereka orang tua yang tak sekedar baik, untuk organisasi ini, untuk kami, untukku. Ungkapan syukur dan terima kasih mereka pada Tuhan diwujudkan dengan kerapnya mentraktir kami makan usai kegiatan di organisasi. Selain itu, waktupun selalu mereka berikan untuk berjumpa dan mendampingi kami dalam setiap kegiatan yang kami jalankan. Tak sekedar ada, usaha dan kerja keras mereka pun tak terkira. Seperti saat mereka berjuang pergi kesana kemari untuk mencarikan perlengkapan yang masih kurang pada kegiatan kami, 2 bulan yang lalu. Seperti saat mereka turut bertugas dan mencarikan tambahan petugas saat organisasi kami mendapat jatah bertugas dalam paduan suara, bulan lalu.
Melalui tulisan ini, aku hanya ingin berterima kasih pada kalian, yang entah akan membacanya atau tidak. Tapi sungguh, terima kasih mendalam kuucapkan pada kalian, bapak dan ibu, orang tua kedua kami yang amat baik. Doaku, semoga kalian selalu bahagia.      

Comments

Popular posts from this blog

Perihal Bahagia

Salah Sendiri

Si Ratu Telat #1