Salah Sendiri

Saya hanya merasa bodoh saja malam ini. Tapi karena kebodohan itu, saya mendapat pelajaran berharga malam ini juga. Sudah jauh-jauh hari sekolah saya membuat rancangan untuk acara live in di Wonogiri. Sudah jauh-jauh hari saya menyampaikan ini pada orangtua saya yang sebetulnya pada tgl tersebut keluarga saya sedang tidak di Jogja karena ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Sudah jauh-jauh hari pula saya ngotot memutuskan untuk tetap ikut walaupun menyusul dan diperbolehkan orangtua saya. Namun betapa bodohnya, keputusan itu hanya berakhir wacana dan rencana belaka yang tidak ada realisasinya. Rancangan ikut live in dengan konsep menyusul itu tidak saya persiapkan dengan matang. Tiket tidak dipesan jauh-jauh hari, resiko kemacetan tidak dipikirkan jauh-jauh hari. Beberapa waktu lalu saya sudah hampir beli tiket untuk pulang ke Jogja, tapi apadaya karena suatu hal saya belum jadi beli tiket tersebut. Hingga waktu berjalan terus, dengan virus "nanti-nanti saja" sampai akhirnya tidak jadi beli tiket hingga keberangkatan saya ke kota tetangga. Saya pikir akan mudah mendapatkan tiket pulang, ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Hari ini, ketika mau pulang saya mendadak pusing kesana kemari mencari tiket pulang. Hampir ada cahaya terang lagi, sampai akhirnya harus dihempas keputusasaan. Saya tetap ngotot berusaha untuk tetap pulang dan menyusul, karena sudah berjanji dan merasa ini adalah tanggung jawab besar, merasa kecewa saja kalau menyia-nyiakan live in pertama dan terakhir di SMA ini. Tapi semakin ditekan, diberi pandangan, diberi solusi, saya malah makin bingung. Saya hanya ingin menangis saat itu juga. Saya hanya ingin membagi keluh kesah saya pada seseorang yang saya percaya. Saya hanya ingin pergi dari kota ini saat itu juga. Ya bagaimana lagi, saya yang sudah berusaha mempertahankan keidealisan saya untuk tetap ikut dengan segala resiko terburuk yang tidak saya pikirkan matang-matang itu tidak didukung oleh keluarga karena saya tahu mereka sayang sama saya. Saya tahu kok. Akhirnya dengan segala kebingungan dan kekecewaan saya, saya memilih untuk tetap tinggal dan tidak jadi menyusul. Saya memang tidak tahu akan ada konsekuensi apa yang besok harus saya terima. Memang dasarnya anak masih labil. Saya hanya bisa melampiaskan emosi saya pada orang di sekitar saya. Saya diam saja, tidak mau makan, tidak bisa tidur, rasanya kacau sekali. Egois memang. Tapi salah saya juga sudah melewatkan 2 mobil keluarga yang pulang hari itu, yang jelas-jelas kosong dan pasti sampai tujuan. Bodoh memang. Salah saya juga memang yang hanya "iya-iya" "enggak-enggak" sejak kemarin, dipikir plin-plan saya tidak jelas pulang duluan atau tidak. Payah memang. Menganggap sepele semuanya, dipikir mudah-mudah saja. Nyesel, kecewa, marah, benci, campur aduk. Puji Tuhan saja, pelajaran berharga yang boleh saya terima hari ini : jangan menyepelekan segala sesuatu, persiapkan segalanya dengan matang, sebelum kamu kehilangan waktu dan kesempatan yang tidak dapat diulang dua kali. Jangan menjadi egois dan mudah emosi, terima saja perbuatan yang sudah kamu perbuat sendiri. Berdoalah dan minta maaf sama Tuhan. Itu sudah cukup. 

Comments

  1. ooohhh pantesan cemberut terus :D
    kirain ngambek ama kko yg ga beliin tiket :p
    tapi pesan kko soal tiket udah disampaikan ke echie kah?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perihal Bahagia

Si Ratu Telat #1