Posts

Showing posts from 2018

Peduli Pada Orang Lain x Peduli Pada Diri Sendiri

Hari ini terlintas di pikiranku tentang rentetan kejadian di Senin lalu. Ternyata sudah satu minggu. Hari itu aku senang sekali karena boleh berbagi bahagia pada orang-orang di sekitarku. Hari itu aku senang sekali karena boleh berguna bagi orang-orang di sekelilingku. Tapi di saat yang bersamaan tanpa sadar ternyata aku tak mampu membahagiakan diriku sendiri, setidaknya hari itu. Semua kisah hari itu berawal dari perjalanan soreku menuju kampus tercinta. Pukul 15.45 kurang lebih aku berangkat, dalam kondisi mengantuk. Dalam kondisi itu, aku melantunkan beberapa lagu untuk menguatkan mataku yang harus menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit. Tapi ternyata tidak mampu. Ketika tiba di jalanan hampir dekat kampus, tiba-tiba saja aku merasakan ban depanku disenggol oleh ban motor lain. Aku sontak kaget dan berteriak. Seluruh motor di depanku langsung menoleh ke arahku. Aku seolah baru terbangun kembali. Untung saja bisa kendalikanku, jadi tak jatuh. Usai kejadian itu, aku mengurangi k

Berbagi Bahagia

                                                                         Teruntuk kamu: pemberi dan penerima bahagia. Kemarin, kurang lebih pukul 22.00 WIB aku baru saja pulang dari kampus. Senin kemarin memang ada acara untuk anak-anak Sosiologi di kampus, maka pulangku agak larut. Aku pulang lewat jalan yang biasa kulalui. Lalu tiba-tiba dari arah berlawanan ada driver Go-Jek beserta penumpangnya hendak menyeberang. Seluruh kendaraan di depanku melewatinya. Namun dengan susah payah kakiku menginjak rem dan membiarkan mereka menyeberang. Dan tak kusangka respons mereka begitu menyejukkan. Mereka tersenyum dan mengacungkan jempol. Aku pun membalasnya dengan senyum.   Lalu aku melanjutkan perjalananku. Kemudian tiba-tiba terlintas banyak hal di pikiranku. Aku teringat homili seorang Romo saat misa peringatan 1000 hari di lingkunganku. Intinya begini, “Berbuat kebaikan pada sesama itu bisa dilakukan dengan sederhana. Contohnya dengan berbagi sedikit rezeki. Seperti ketika Anda memb

Mereka Tak Sekedar Baik

Sebetulnya aku ingin menyicil tugas malam Sabtu kemarin, ya tentu agar tak selesai dengan waktu yang mepet saja. Tapi apa daya, rasa kasihan karena anggota yang datang rapat hanya sedikit ternyata lebih kuat ketimbang semangat untuk mengerjakan tugas. Kami hanya berlima saja, itupun karena ada 2 orang lain yang tak lain adalah pendamping kami di organisasi ini. Kalau tak ada mereka, artinya jelas kami hanya bertiga saja. Eh tidak, sebetulnya kami berenam, yang satu lagi adalah seorang anak kecil yang mungkin usianya sekitar 9-10 tahun. Ia duduk di sebelah pendamping kami, seperti dekat sekali. Tapi entahlah, aku tidak tahu ia siapa, karena keterlambatanku. Usai rapat kami makan di sebuah warung makan bakmi jowo. Itupun karena diajak oleh pendamping kami. Kalau tidak, mungkin kami akan langsung kembali ke rumah masing-masing. Ya, aku memang tak ingin bercerita soal rapatnya, tapi kisah setelah rapat malam itu. Kami saling bercerita banyak dengan mereka, pendamping kami. Pendampi

Perihal Bahagia

Tentang kamu malam itu. Hari itu aku senang sekali, karena bertemu kamu. Pun boleh berkesempatan lagi satu motor denganmu, setelah sekian pekan berlalu. Sesederhana itu memang, perihal bahagia.     Ini hanya berkat sebuah undangan, yang harus dibagikan kepada begitu banyak teman. Namun yang hadir malam itu hanya 4 orang saja. Mau tak mau kami pergi berdua-dua, yang satu ke arah barat, yang lain lagi ke arah timur. Mereka yang ke arah barat mendatangi rumah-rumah yang berdekatan, cukup banyak memang, tapi hanya satu wilayah saja. Sedangkan kami yang ke arah timur, hanya sedikit undangan yang kami bagikan, namun rumah-rumah yang kami datangi lokasinya menyebar. “ Yes”, batinku. Aku justru senang, karena bisa punya banyak waktu untuk berlama-lama denganmu.   Perjalanan dimulai. Sedikit menyesalku, walau tetap senang. Karena sepanjang perjalanan itu kami tak banyak bicara dan berbagi cerita. Tetap saling bicara memang, hanya tak banyak saja. Entah. Mungkin merasa aneh atau bingung

Sebuah Wejangan

Hari itu adalah hari pertama pada perayaan Idul Fitri. Hari dimana semua orang berkumpul dengan keluarganya, saling bermaaf-maafan. Hari dimana kupat, opor, nastar, putri salju menjadi ciri khas setiap rumah. Hari dimana berlembar-lembar uang disiapkan secara khusus untuk anak-anak yang belum menikah. Semua orang melakukan ritual yang sama di hari yang fitri itu, namun aku dan dia justru harus menembus padatnya jalanan demi sampai ke kota ngapak itu. Sepenggal perbincangan terjadi sebelum kami berangkat. “Aku nggowo iki yo nggo ning ndalan” (Aku bawa ini ya untuk di jalan), katanya sembari menunjukkan sesuatu. “Weh kowe?” (Weh kamu?), jawabku dengan ekspresi tak percaya. “Sejak kapan e? Alesanne opo?” (Sejak kapan e? Alasannya apa?), lanjutku lagi. “Wes suwe, yo. Yo rapopo, ra ono alesanne” (Sudah lama, ya. Ya tidak apa-apa, nggak ada alasannya). “Yo ra mungkin. Mesti ono alesanne” (Ya tidak mungkin. Pasti ada alasannya), kataku dengan nada yang mulai meninggi.   “Hmm.

Perbincangan di Tengah Penderitaan

Aku membuka dan mengingat kembali foto yang dikirimkan kakak sepupuku kemarin pagi. Terasa ngilu. Dengan penuh gejolak dalam hati, aku memasuki ruangan itu perlahan. Ternyata ia sudah bisa duduk sendiri, tidak seperti kemarin yang kabarnya hanya berbaring saja yang dapat dilakukan. Aku baru sempat menengoknya sekarang. Keadaannya sungguh memprihatinkan. Betapa tidak, selama hidup tidak pernah mengalami kecelakaan, begitu mengalami parahnya tak disangka-sangka. Ia yang biasanya energik dan banyak bicara, kini harus terbaring tak berdaya. Hal yang kini kerap dilakukannya hanyalah mengaduh dan terus mengaduh, merintih karena rasa pusing di kepalanya tak kunjung hilang. Tak selang berapa lama aku tiba, ia mulai angkat bicara. Ternyata aku telah salah persepsi. Ia masih saja ceriwis, hanya saja tak seenergik biasanya. Ia bercerita banyak hal. “Sebenernya kita itu udah tahu kalau habis gini pasti nanti gitu. Tapi kadang kita yang kurang hati-hati”, katanya sembari duduk di ranjang